Sidharta
Gautama
Berdasarkan cerita yang berkembang
di masyarakat luas, Sidharta lahir dari seorang istri kepala suku Sakya di
India, di kaki Gunung Himalaya. Kepala suku itu bernama Sudhodana, yang kemudian menjadi raja dari Kerajaan Kapilawastu.
Sedangkan ibunya bernama Maya (Ratu
Maya).
Pada suatu hari, ketika Maya sedang
mengandung, ia melakukan perjalanan untuk menjenguk orang tuanya. Di saat
itulah, Sidharta dilahirkan tepatnya di Lumbini (sekarang Nepal). Namun, Maya
meninggal dunia setelah melahirkan Sidharta. Kemudian, Sidharta diasuh oleh
adik ibunya yang bernama Prajapati (dikisahkan berkulit biru).
Seseorang yang bijaksana meramalkan
Sidharta kelak akan menjadi penguasa dunia atau pengajar agama besar. Akan
tetapi, ayahnya Sudhodana tidak menginginkan itu terjadi sehingga Sidharta
dijauhkan dari kehidupan agama. Setelah dewasa, Sidharta menikahi seorang
perempuan yang bernama Yasodara dan
dikaruniai seorang putri bernama Rahula.
Ketika menginjak usia 29 tahun,
Sidharta melihat empat tanda yang akhirnya mengubah hidupnya. Keempat tanda itu
kini dikenal oleh umat Buddha sebagai “utusan surgawi”. Tanda-tanda itu, yaitu
seorang kakek, orang sakit, sesosok mayat, dan orang suci yang berkelana
mencari kebenaran. Tanda-tanda itu adalah pesan yang berarti perubahan,
penderitaan, kematian, dan kemungkinan mengenal arti hidup.
Tanda-tanda itu membuat Sidharta
harus meninggalkan istri dan anaknya untuk pergi ke hutan dan berguru. Ia
belajar tentang meditasi (pemusatan pikiran dan perasaan untuk mencapai
sesuatu), ilmu bertapa, dan praktik spiritual selama 6 tahun. Namun, ia belum
puas dengan hasil yang didapatnya. Sidharta menyadari bahwa berpuasa dan tidak
tidur sama sekali melemahkan badannya sehingga sukar menerima pencerahan.
Selanjutnya, ia mulai sedikit makan dan minum susu yang diberikan orang lewat.
Selanjutnya yang dilakukan Sidharta
untuk mencapai pencerahan adalah duduk bersemedi di bawah sebuah pohon suci,
yang disebut Bodhi (pohon terang),
di Bodh Gaya, India. Disitulah, ia mencapai tingkat pemahaman kebenaran
(Dharma). Ia menemukan sebab-sebab penderitaan, sifat ketidakabadian, dan
perlunya penyucian hati, sehingga mencapai kebebasan (setelah mencapai
kebebasan, disebut dengan Buddha).
Setelah itu, melakukan khotbah pertamanya
tentang ajaran di Samath dekat Varanasi (Benares). Ia menghabiskan sisa
hidupnya dengan mengajar cara pemahaman spiritual. Inti ajarannya adalah Empat
Kebenaran Utama dan Marga Utama Delapan Tingkat. Sidharta Gautama (Buddha)
meninggal dengan tenang pada usia 80 tahun (563-483 SM). Untuk meneruskan
ajaran itu, ia mengangkat biarawan dan biarawati.
Good!
BalasHapus