Minggu, 05 Maret 2017

Buddha Yang Agung, Sidharta Gautama


Sidharta Gautama



            Berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat luas, Sidharta lahir dari seorang istri kepala suku Sakya di India, di kaki Gunung Himalaya. Kepala suku itu bernama Sudhodana, yang kemudian menjadi raja dari Kerajaan Kapilawastu. Sedangkan ibunya bernama Maya (Ratu Maya).

   
     

            Pada suatu hari, ketika Maya sedang mengandung, ia melakukan perjalanan untuk menjenguk orang tuanya. Di saat itulah, Sidharta dilahirkan tepatnya di Lumbini (sekarang Nepal). Namun, Maya meninggal dunia setelah melahirkan Sidharta. Kemudian, Sidharta diasuh oleh adik ibunya yang bernama Prajapati (dikisahkan berkulit biru).



            Seseorang yang bijaksana meramalkan Sidharta kelak akan menjadi penguasa dunia atau pengajar agama besar. Akan tetapi, ayahnya Sudhodana tidak menginginkan itu terjadi sehingga Sidharta dijauhkan dari kehidupan agama. Setelah dewasa, Sidharta menikahi seorang perempuan yang bernama Yasodara dan dikaruniai seorang putri bernama Rahula.
            Ketika menginjak usia 29 tahun, Sidharta melihat empat tanda yang akhirnya mengubah hidupnya. Keempat tanda itu kini dikenal oleh umat Buddha sebagai “utusan surgawi”. Tanda-tanda itu, yaitu seorang kakek, orang sakit, sesosok mayat, dan orang suci yang berkelana mencari kebenaran. Tanda-tanda itu adalah pesan yang berarti perubahan, penderitaan, kematian, dan kemungkinan mengenal arti hidup.
            Tanda-tanda itu membuat Sidharta harus meninggalkan istri dan anaknya untuk pergi ke hutan dan berguru. Ia belajar tentang meditasi (pemusatan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu), ilmu bertapa, dan praktik spiritual selama 6 tahun. Namun, ia belum puas dengan hasil yang didapatnya. Sidharta menyadari bahwa berpuasa dan tidak tidur sama sekali melemahkan badannya sehingga sukar menerima pencerahan. Selanjutnya, ia mulai sedikit makan dan minum susu yang diberikan orang lewat.
            Selanjutnya yang dilakukan Sidharta untuk mencapai pencerahan adalah duduk bersemedi di bawah sebuah pohon suci, yang disebut Bodhi (pohon terang), di Bodh Gaya, India. Disitulah, ia mencapai tingkat pemahaman kebenaran (Dharma). Ia menemukan sebab-sebab penderitaan, sifat ketidakabadian, dan perlunya penyucian hati, sehingga mencapai kebebasan (setelah mencapai kebebasan, disebut dengan Buddha).


            Setelah itu, melakukan khotbah pertamanya tentang ajaran di Samath dekat Varanasi (Benares). Ia menghabiskan sisa hidupnya dengan mengajar cara pemahaman spiritual. Inti ajarannya adalah Empat Kebenaran Utama dan Marga Utama Delapan Tingkat. Sidharta Gautama (Buddha) meninggal dengan tenang pada usia 80 tahun (563-483 SM). Untuk meneruskan ajaran itu, ia mengangkat biarawan dan biarawati.

1 komentar: