Minggu, 05 Maret 2017

Pengaruh Budaya Hindu-Buddha di Indonesia


PENGARUH BUDAYA HINDU-BUDDHA DI INDONESIA


            Pengaruh agama dan kebudayaan Hindu-Buddha dari India atas agama dan kebudayaan Indonesia sangat kuat. Hal ini dapat dilihat dari akulturasi agama dan budaya Indonesia Hindu-Buddha di berbagai bidang.
            Istilah yang tepat untuk menyebut pengaruh agama dan budaya Hindu-Buddha pada budaya Indonesia menurut Prof. Dr. F. D. K. Bosch disebut fecundation (penyuburan), yaitu penyuburan budaya Indonesia oleh budaya Hindu-Buddha. Kenyataan menunjukkan bahwa budaya Hindu-Buddha tidak menghilangkan budaya asli Indonesia. Oleh orang Indonesia, budaya Hindu-Buddha dimodifikasi sesuai dengan keadaan masyarakat.

1.      Pengaruh di Bidang Bahasa dan Aksara

Sebelum masuknya pengaruh budaya India (Hindu-Buddha), penduduk Nusantara telah menggunakan bahasa daerah/lokak seperti bahasa Jawa Kuno dan melayu Kuno. Bahasa Melayu Kuno (disebut juga bahasa Melayu Austronesia) dipakai sebagai bahasa pergaulan (lingua franca) oleh sebagian besar penduduk Indonesia.
Berdasarkan penelitian H. Kern atas basic vocabulary bahasa-bahasa yang dipakai oleh masyarakat penghuni Kepulauan Nusantara, dapat disimpulkan bahwa bahasa tersebut termasuk rumpun bahasa Melayu Polinesia, suatu rumpun nahasa yang mempunyai daerah persebaran dari Kepulauan Austronesia sampai Polinesia.
Dengan datangnya pengaruh budaya India, maka dipergunakan bahasa India, terutama bahasa Sanskerta dan bahasa Pali. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa bahasa Nusantara menjadi tersisih dan punah. Bahasa Jawa Kuno dan bahasa Melayu Kuno tetap dipakai, bahkan nantinya diperkaya dengan istilah-istilah dari bahasa Sanskerta.
Dalam bidang aksara, jika semula penduduk Nusantara masih “buta aksara”, dengan datangnya pengaruh dari India, penduduk Nusantara menjadi melek aksara dengan dikenalnya aksara Pallawa dan aksara Nagari (atau disebut juga siddham). Tidak puas hanya menggunakan aksara asing, akhirnya para empu Nusantara menciptakan aksara baru yang disebut aksara kawi (ada juga yang menyebutnya aksara Jawa Kuno).

2.     Pengaruh di Bidang Sosial dan Sistem Pemerintah

Sebelum kedatangan pengaruh budaya India, sistem masyarakat di Nusantara diatur dan dibedakan berdasarkan profesi, petani, perajin, peramu, dan lain-lain. Dengan datangnya pengaruh budaya India, sistem masyarakat diubah, ditata berdasarkan sistem caturwarna: brahmana, ksatria, waisya, dan sudra walaupun dalam praktiknya tidak dilakukan pembedaan secara ketat.
Pada pucuk sistem masyarakat Nusantara sebelum datangnya pengaruh budaya India terdapat pemimpin: Ketua Suku, Ketua Adat dengan gelar Datu/Datuk, Ratu dan Raka. Sejak datangnya pengaruh budaya India para Datu/Ratu berganti gelar Raja/Maharaja, walaupun posisinya tidak berubah, tetap sebagai pucuk pimpinan dalam pemerintahan.
Para dukun yang menjadi penasihat para Datu/Ratu, walaupun bergelar brahmana, posisinya tetap di bawah raja, rakyat merdeka tetap sebagai waisya, dan para budak tetap juga dalam posisinya sebagai sudra.

3.     Pengaruh di Bidang Teknologi Bangunan
Sebelum datangnya pengaruh budaya India, masyarakat Nusantara membangun monument “punden berundak” sebagai sarana untuk pemujaan kepada roh nenek moyang. Dengan datangnya pengaruh budaya India di bidang agama dengan pemujaan kepada dewa/Bodisatwa di Nusantara dikenal teknologi pembuatan bangunan suci yang disebut candi, pertirtaan, dan stupa.
Mula-mula bangunan candi sebagai tempat pemujaan kepada dewa dibangun sesuai dengan aturan dalam Kitab Silpasastra, bangunan utama berada di tengah-tengah percandian. Tetapi ketika pemujaan kepada leluhur tampil kembali dalam kepercayaan, dalam candi pun menyesuaikan diri, kembali ke bangunan punden berundak, bangunan utama berada di bagian belakang, dan bangunan candi terlihat bertingkat-tingkat. Hal ini terlihat pada bangunan candi di Jawa Timur. Bangunan candi mengalami akulturasi teknologi candi dengan bangunan punden berundak.

4.     Pengaruh di Bidang Agama
Sebelum mendapat pengaruh agama-agama dari India, penduduk Nusantara telah memiliki kepercayaan animism, dinamisme, animatisme, totemisme, dan fetimisme.
a.      Animisme      : keyakinan adanya berbagai roh yang menempati alam sekeliling
  tempat tinggalnya. Tingkat tertinggi dari animisme ialah pemujaan
  kepada roh para leluhur.
b.      Dinamisme    : kepercayaan tentang adanya kekuatan gaib yang luar biasa pada
  benda-benda tertentu seperti rambut, kepala, batu akik, dan lain-
  lain.
c.       Animatisme  : kepercayaan bahwa benda/pohon tertentu berjiwa dan berpikir
  seperti manusia. Contohnya keris, pohon beringin, dan lain-lain.
d.      Totemisme    : kepercayaan kepada binatang sebagai lambang nenek moyang.
e.      Fetimisme     : kepercayaan adanya jiwa dalam benda-benda tertentu.
Dengan masuknya budaya India, penduduk Nusantara secara berangsur-angsur memeluk agama Hindu dan Buddha diawali dengan lapisan elite para Datu dan keluarganya. Walaupun demikian, lapisan bawah terutama di pedesaan masih banyak yang tetap menganut kepercayaan asli berupa pemujaan kepada nenek moyang.
Dalam perkembangan terakhir, agama Hindu dan agama Buddha berpadu menjadi agama Siwa Buddha. Bahkan agama campuran ini masih diwarnai dengan kepercayaan-kepercayaan asli Nusantara. Bukti pendukung tentang akulturasi agama ini dapat dilihat pada hal-hal sebagai berikut.
a.   Dimasukkannya “dewa dewi” asli Nusantara dalam susunan para dewa Hindu, yaitu Sang Hyang Tunggal dan Sang Hyang Wenang, justru sebagai nenek moyang para dewa.
b.  Dalam sastra Sunda abad IX-XV M pada Kitab Sang Hyang Siksakandang Karesian tertulis “. . . Mangkubhumi bhakti di Ratu, Ratu bhakti di Dewata, Dewata bhakti di Hyang” (Perdana Menteri patuh kepada Raja, Raja patuh kepada Dewa, Dewa patuh kepada Hyang)

5.     Pengaruh di Bidang Seni (Arca, Relief, Sastra, Musik, dan Wayang)
a.     Arca
Penduduk Nusantara sebelum mendapat pengaruh budaya dari India, sudah membuat arca perwujudan nenek moyang. Banyak arca leluhur yang ditemukan di Kabuyutan Lebak Sibedug (Jawa Barat), serta arca Tadulako (nenek moyang) di Sulawesi Tengah. Arca-arca ini dibuat secara kasar dan tidak terlalu mementingkan anatomi.
Bangsa Indonesia belajar membuat arca dewa dari budaya India. Arca Nusantara yang sederhana dikembangkan menjadi seni arca yang secara kualitas lebih baik, tetapi arca yang tampil adalah arca dewa/perwujudan raja yang “hidup”. Pembuatan araca yang dinamis ini berlangsung sampai dengan zaman Tumapel-Singasari.
Sejak zaman Tumapel-Singasari sampai zaman Majapahit, arca Nusantara walaupun tetap seindah sebelumnya, sudah tampil beda,  kaku seperti mayat. Tahapan ini menandai tampilnya kembali seni arca prasejarah berkaitan dengan pemujaan para leluhur. Terjadilah akulturasi seni arca, arca dari para dewa tetapi dengan penampilan kaku seperti mayat karena sekaligus menggambarkan leluhur yang sudah di alam surga.

b.     Relief
Dengan datangnya pengaruh seni relief dari India, relief yang terpahat pada candi-candi tampil sebagai relief tinggi yang khas Nusantara, menggambarkan suasana surga Nusantara (bukan gambaran versi India). Sejak zaman Tumapel-Singasari tampil gaya yang berbeda yaitu lebih menampilkan seni relief Nusantara asli yaitu relief wayang yang dipahat sebagai relief rendah.

c.      Sastra
Sebelum masuknya pengaruh India, Sastra Nusantara berupa sastra lisan.
(1)   Perkembangan Seni Sastra
Dengan masuknya pengaruh sastra dari India terjadi perkembangan sebagai berikut.
-    Sejak zaman mataram sampai dengan zaman Majapahit awal dikenal sastra tembang yang disebut kakawin (ka-kawi-an).
-    Memasuki zaman Majapahit pertengahan irama kakawin digeser oleh irama kidung.
(2)  Karya Sastra Pengaruh Budaya India
Hasil karya sastra Nusantara akibat pengaruh budaya India sebagai berikut.
-         Zaman Mataram Kuno
a)     Ramayana Kakawin (abad IX M)
b)     Bagian-bagian Mahabharata (abad X M), karya Wyasa
-         Zaman Kediri
a)     Arjunawiwaha Kakawin, karya Mpu Kanwa
b)     Kresnaya Kakawin, karya Mpu Triguna
c)      Sumanasontaka Kakawin, karya Mpu Monaguna
d)     Smaradhahana Kakawin, karya Mpu Dharmaja
e)     Bharatayudha Kakawin, karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh
f)       Gatotkacasraya Kakawin, karya Mpu Panuluh
g)     Wartasancaya Kakawin, karya Mpu tanakung
-         Zaman Majapahit Awal
a)     Negarakertagama, karya Mpu Prapanca
b)     Sutasoma, karya Mpu Tantular
-         Zaman Majapahit Akhir
a)     Tamtu Panggelaran
b)     Calon Arang
c)      Bubuksah
d)     Pararaton
e)     Ranggalawe
f)       Sondaraka, dan lain-lain

d.     Musik
Sebelum kedatangan pengaruh India bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi  musik yang tinggi. Pada saat itu, alat musik yang berkembang antara lain nekara, kendang, kecer, dan kemanak. Masuknya pengaruh India menyebabkan penambahan beberapa alat musik, diantaranya: vina (gitar bersenar tiga) dan harpa.

e.     Wayang
Budaya India juga berpengaruh pada wayang. Wayang dan musiknya (gamelan) merupakan kebudayaan asli dari Nusantara berkaitan dengan pemujaan kepada roh para leluhur. Namun, budaya India memperkaya wayang dengan menyumbangkan bahan cerita, yaitu dari epos Mahabharata dan Ramayana. Jadi, wayang dan gamelannya merupakan asli Nusantara sedangkan cerita yang dimainkannya berasal dari India. Dalam wayang terdapat pula aspek politik yaitu penyampaian kritik-kritik sosial. Wayang juga dapat digunakan sebagai wadah penyampaian hal-hal baru yang tidak dapat dimasukkan secara langsung.

6.     Pengaruh di Bidang Kalender
Sebelum datangnya pengaruh budaya dari India, Nusantara sudah mengenal kalender dengan perhitungan satu pekan terdiri dari atas 5 dan 7 hari dipakai bersama, setahun dibagi atas 10 bulan serta perhitungan pakuwon. Dengn datangnya kalender versi India, kedua kalender ini dipadukan menjadi kalender Saka yang dilengkapi dengan hari pasaran (Pon, Wage, Kliwon, Legi, dan Pahing), serta wuku dan paringkelan.

7.     Filsafat
Sebelum datangnya pengaruh dari India, konsep tentang dewa dan jalan menuju ke surga masih jauh dari jangkauan pemikiran bangsa Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, surga adalah dunia orang mati, atau alam roh yang dapat dicapai oleh siapapun asalkan hidupnya di dunia yang baik dan upacara penguburannya diadakan dengan benar disertai doa sebagai bekal dalam kubur. Pemikiran filsafat tentang karma, semadi, diperkaya dengan filsafat samkya yang dualitis atheistis maupun wedhanta yang pantheistis, ditambah laku semadi, dhyana, dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar