A. PENGERTIAN
DEMOKRASI
Kata Demokrasi berasal dari Yunani, yaitu demos, yang
berarti rakyat, dan kratos, yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. Jadi
demokrasi ialah rakyat yang berkuasa.
Setelah Perang Dunia ke-II, secara formal demokrasi
merupakan dasar dari kebanyakan negara di dunia. Di antara semakin banyak
aliran pemikiran yang menamakan dirinya sebagai demokrasi, ada dua aliran
penting, yaitu demokrasi konstitusional dan kelompok yang mengatasnamakan
dirinya “demokrasi” namun pada dasarnya menyandarkan dirinya pada komunisme.
Demokrasi
yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf
perkembangan. Dan mengenai sifat dan cirinya masih terdapat pelbagai tafsiran
serta pandangan. Pada perkembangannya, sebelum berdasarkan pada demokrasi
pancasila, Indonesia mengalami tiga periodeisasi penerapan demokrasi, yaitu:
1.
DEMOKRASI
LIBERAL ( 1950 – 1959 )
2.
Demokrasi
Terpimpin ( 1959 – 1966 )
3.
Demokrasi
Pancasila ( 1966 – sekarang)
B. MASA
DEMOKRASI LIBERAL
Pada tahun 1950, Negara Kesatuan Republik Indonesia
mempergunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) atau juga disebut
Undang-Undang Dasar 1950. Berdasarkan UUD tersebut pemerintahan yang dilakukan
oleh kabinet sifatnya parlementer, artinya kabinet bertanggung jawab pada
parlemen. Jatuh bangunnya suatu kabinet bergantung pada dukungan anggota
parlemen.
Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering
bergantinya kabinet. Hal ini disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak,
tetapi tidak ada partai yang memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet terpaksa
didukung oleh sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan partai (
kabinet formatur ). Bila dalam perjalanannya kemudian salah satu partai
pendukung mengundurkan diri dari kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis
kabinet. Presiden hanya menunjuk seseorang ( umumnya ketua partai ) untuk
membentuk kabinet, kemudian setelah berhasil pembentukannya, maka kabinet
dilantik oleh Presiden.
Suatu kabinet dapat berfungsi bila memperoleh kepercayaan
dari parlemen, dengan kata lain ia memperoleh mosi percaya. Sebaliknya, apabila
ada sekelompok anggota parlemen kurang setuju ia akan mengajukan mosi tidak
percaya yang dapat berakibat krisis kabinet. Selama sepuluh tahun (1950-1959)
ada tujuh kabinet, sehingga rata-rata satu kabinet hanya berumur satu setengah
tahun. Kabinet-kabinet pada masa Demokrasi Parlementer adalah :
1. KABINET
NATSIR (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
Kabinet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan
Mohammad Natsir (Masyumi) sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan
kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi. Kabinet ini juga merupakan
kabinet koalisi di mana PNI sebagai partai kedua terbesar dalam parlemen tidak
turut serta, karena tidak diberi kedudukan yang sesuai. Kabinet ini pun
sesungguhnya merupakan kabinet yang kuat pormasinya di mana tokoh – tokoh
terkenal duduk di dalamnya, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono
IX,Mr.Asaat,Ir.Djuanda, dan Prof Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo.
Program pokok dari Kabinet Natsir adalah:
a.
Menggiatkan
usaha keamanan dan ketentraman.
b.
Mencapai
konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
c.
Menyempurnakan
organisasi Angkatan Perang.
d.
Mengembangkan
dan memperkuat ekonomi rakyat.
e.
Memperjuangkan
penyelesaian masalah Irian Barat.
Keberhasilan yang pernah dicapai oleh Kabinet Natsir :
a.
Di bidang
ekonomi, ada Sumitro Plan yang mengubah ekonomi kolonial ke ekonomi nasional.
b.
Indonesia
masuk PBB
c.
Berlangsung
perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah
Irian Barat.
Sementara kendala/masalah yang dihadapi selama kabinet
Natsir adalah sebagai berikut.
a.
Upaya
memperjuangkan masalah Irian Barat dengan belanda mengalami jalan buntu
(kegagalan)
b.
Pada
penerapan Sumitro Plan, pengusaha nasional diberi bantuan kredit, tetapi
bantuan itu diselewengkan penggunanya sehingga tidak mencapai sasaran
c.
Timbul
masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh
wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan
RMS
Berakhirnya kekuasaan kabinet disebabkan oleh adanya mosi
tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD
dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD
terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disampaikan kepada parlemen
tanggal 22 Januari 1951 dan memperoleh kemenangan, sehingga pada tanggal 21
Maret 1951 Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
2. KABINET
SUKIMAN (27 April 1951 – 3 April 1952)
Setelah Kabinet Natsir mengembalikan mandatnya pada
presiden, presiden menunjuk Sartono (Ketua PNI) menjadi formatur. Hampir satu
bulan beliau berusaha membentuk kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi. Namun
usahanya itu mengalami kegagalan, sehingga ia mengembalikan mandatnya kepada
presiden setelah bertugas selama 28 hari (28 Maret-18 April 1951)
Presiden Soekarno kemudian menunjukan Sidik Djojosukatro
(PNI) dan Soekiman Wijosandjojo (Masyumi) sebagai formatur dan berhasil
membentuk kabinet koalisi dari Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal dengan nama
Kabinet Soekiman (Masyumi) Soewirjo (PNI) yang dipimpin oleh Soekiman. Program pokok Kabinet Sukiman adalah
sebagai berikut.
a.
Menjamin
keamanan dan ketentraman
b.
Mengusahakan
kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan
kepentingan petani
c.
Mempercepat
persiapan pemilihan umum
d.
Menjalankan
politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah
RI secepatnya
e.
Di bidang
hukum, menyiapkan undang – undang tentang pengakuan serikat buruh, perjanjian
kerja sama,penetapan upah minimum, dan penyelesaian pertikaian buruh
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet
Soekiman yaitu tidak terlalu berarti sebab programnya melanjutkan program
Natsir hanya saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan
programnya, seperti awalnya program menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman
selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai
berikut.
a.
Adanya
Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan
Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi
dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual
Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar
negeri RI karena RI diwajibkan memperhatikan kepentingan Amerika. Tindakan
Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang
bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan
Indonesia ke dalam blok barat
b.
Adanya
krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap
lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah
c.
Masalah Irian
barat belum juga teratasi
d.
Hubungan
Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan
pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi
Selatan.
Berakhirnya kekuasaan kabinet disebabkan oleh
pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik
dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa
Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden
3. KABINET
WILOPO (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan
Sidik Djojosukarto (PNI) dan Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) menjadi formatur,
namun gagal. Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah
bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan
Perdana Mentari Wilopo,sehingga bernama kabinet Wilopo. Kabinet ini mendapat
dukungan dari PNI, Masyumi, dan PSI.
Program pokok dari Kabinet Wilopo adalah:
·
Program
dalam negeri:
a.
Menyelenggarakan
pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD)
b.
Meningkatkan
kemakmuran rakyat
c.
Meningkatkan
pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan
·
Program luar
negeri:
a.
Penyelesaian
masalah hubungan Indonesia-Belanda
b.
Pengembalian
Irian Barat ke pangkuan Indonesia
c.
Menjalankan
politik luar negeri yang bebas-aktif
Kabinet ini tidak mempunyai prestasi yang bagus, justru
sebaliknya banyak sekali kendala yang muncul antara lain sebagai berikut.
a.
Adanya
kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-barang
eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat
b.
Terjadi
defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih
setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk
mengimport beras
c.
Munculnya
gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa.
Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat
ke daerah yang tidak seimbang
d.
Terjadi
peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI
sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik
sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan
munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan kebijakan
KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ia
mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim
ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen.
Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan
Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan. Keadaan ini
menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya
parlemen. Sementara itu TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan
menyarankan agar parlemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak. Muncullah mosi
tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang
dan mengecam kebijakan KSAD. Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira
angkatan darat guna menekan Sukarno agar membubarkan kabinet.
e.
Munculnya
peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur
(Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing
untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah
perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah
digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada
tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar
Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para
petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi
bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh. Intinya peristiwa Tanjung
Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para
petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak
percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo
harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 3 Juni 1953.
4. KABINET ALI
SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Kabinet keempat adalah kabinet Ali Sastroamidjojo,
dibentuk pada tanggal 31 juli 1953. Meskipun kabinet ini tanpa dukungan
masyumi, namun kabinet Ali ini mendapat dukungan yang cukup banyak dari
berbagai partai yang diikutsertakan dalam kabinet, termasuk partai baru NU.
Kabinet Ali ini dengan Wakil perdana Menteri Mr. Wongsonegoro (partai Indonesia
Raya PIR).
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo I adalah:
a.
Meningkatkan
keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
b.
Pembebasan
Irian Barat secepatnya.
c.
Pelaksanaan
politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
d.
Penyelesaian
Pertikaian politik.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet
Ali Sastroamijoyo I yaitu:
a.
Persiapan
Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29
September 1955.
b.
Menyelenggarakan
Konferensi Asia-Afrika tahun 1955. Konferensi Asia-Afrika I ini disenggarakan
di bandung pada tanggal 18-24 April 1955. Konferensi dihadiri oleh 29
negara-negara Asia-Afrika,terdiri 5 negara pengundang dan 24 negara yang
diundang.
KAA I itu ternyata memiliki pengaruh dan arti penting
dagi solidaritas dan perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika dan juga
membawa akibat yang lain, seperti :
a.
Berkurangnya
ketegangan dunia.
b.
Australia
dan Amerika mulai berusaha menghapuskan politik rasdiskriminasi di negaranya.
c.
Belanda
mulai repot menghadapi blok afro- asia di PBB, karena belanda masih bertahan di
Irian Barat.
Konferensi Asia – Afrika I ini menghasikan beberapa
kesepakatan yaitu : Basic peper on Racial Discrimination dan basic peper on Radio
Activity. Kesepakatan yang lain terkenal dengan dasa sila bandung, dengan
terlaksananya Konferensi Asia Afrika I merupakan prestasi tersendiri bagi
bangsa indonesia.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai
berikut.
a.
Menghadapi
masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII
di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan
Aceh
b.
Terjadi
peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam
tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17
Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti
dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan menunjuk Kolonel
Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak pemimpin baru tersebut karena proses
pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di
lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955
tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta.
Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD baru. Keadaan ekonomi
yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala
membahayakan.
c.
Memudarnya
kepercayaan rakyat terhadap pemerintah
Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkan, NU
memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955
yang diikuti oleh partai lainnya. Nu menarik dukungan dan menterinya dari
kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus
mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 24 Juli 1955
5. KABINET
BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Kabinet Ali selanjutnya digantikan oleh Kabinet
Burhanuddin Harahap. Burhanuddin Harahap berasal dari Masyumi., sedangkan PNI
membentuk oposisi.
Program pokok dari Kabinet Burhanuddin Harahap adalah:
a.
Mengembalikan
kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan
masyarakat kepada pemerintah.
b.
Melaksanakan
pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat
terbentuknya parlemen baru
c.
Masalah
desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
d.
Perjuangan
pengembalian Irian Barat
e.
Politik
Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet
Burhanuddin Harahap yaitu:
a.
Penyelenggaraan
pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan
15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang
mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai
politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
b.
Perjuangan
Diplomasi menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni
Indonesia-Belanda.
c.
Pemberantasan
korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi
militer.
d.
Terbinanya hubungan
antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
e.
Menyelesaikan
masalah peristiwa 27 Juni 1955, yang mana menjadi penyebab kegagalan dari
kabinet Ali dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat
pada 28 Oktober 1955.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini adalah
banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan
ketidaktenangan.
Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin
dianggap selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap
kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus
bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.
6. KABINET ALI
SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Ali Sastroamijoyo kembali diserahi mandat untuk membentuk
kabinet baru pada tanggal 20 Maret 1956. Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3
partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah:
·
Program
kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka
panjang, sebagai berikut.
a.
Perjuangan
pengembalian Irian Barat
b.
Pembentukan
daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
c.
Mengusahakan
perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
d.
Menyehatkan
perimbangan keuangan negara.
e.
Mewujudkan
perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan
rakyat.
·
Pembatalan
KMB
·
Pemulihan
keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar
negeri bebas aktif
·
Melaksanakan
keputusan KAA. Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali
Sastroamijoyo II adalah kabinet ini mendapat dukungan penuh dari presiden dan
dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and investment, hasilnya
adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai
berikut.
a.
Berkobarnya
semangat anti Cina di masyarakat
b.
Muncul
pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan
sparatisme dengan pembentukan dewan militer seperti Dewan Banteng di Sumatera
Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan
Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara
c.
Memuncaknya
krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan
pembangunan di daerahnya.
d.
Pembatalan KMB
oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha
Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya pada
orang Cina karena memang merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan
yang dapat melindungi pengusaha nasional
e.
Timbulnya
perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamijoyo
menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa
mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet
hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.
7. KABINET
DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang
terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan
konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta
terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik. Dipimpin oleh Ir. Juanda.
Program pokok dari Kabinet Djuanda disebut Panca Karya
sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu :
a.
Membentuk
Dewan Nasional
b.
Normalisasi
keadaan Republik Indonesia
c.
Melancarkan
pelaksanaan Pembatalan KMB
d.
Perjuangan
pengembalian Irian Jaya
e.
Mempergiat/mempercepat
proses Pembangunan
Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang
terjadi di daerah, perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah
ekonomi serta keuangan yang sangat buruk.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet
Djuanda yaitu:
a.
Mengatur kembali
batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang mengatur
mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan
telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan daratan merupakan
satu kesatuan yang utuh dan bulat
b.
Terbentuknya
Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan menyalurkan
pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden sebagai
ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin
c.
Mengadakan
Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah.
Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan
angkatan perang, dan pembagian wilayah RI
d.
Diadakan
Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri
tetapi tidak berhasil dengan baik
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai
berikut.
a.
Kegagalan menghadapi
pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat. Hal ini
menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya pemberontakan
seperti PRRI/Permesta
b.
Keadaan
ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit
dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya
c.
Terjadi
peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden
Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah tempat
putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menyebabkan
keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan Negara
Kabinet Djuanda berakhir saat presiden Sukarno
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI
yaitu Demokrasi Terpimpin
Adapun tahap – tahap Pemilu tahun 1955 yang merupakan
pemilu pertama kali yang diadakan Indonesia, yaitu:
1)
Tanggal 29
September 1955
Berlangsungnya pemilu ini untuk memilih para anggota DPR
yang berjumlah 272 orang yang dimenangkan oleh 4 partai politik, diantaranya :
a.
Masyumi
memperoleh 60 kursi
b.
PNI
memperoleh 58 kursi
c.
NU
memperoleh 47 kursi
d.
PKI memperoleh
32 kursi
e.
Partai
lainnya yang masing – masing memperoleh kurang dari 12 kursi
2)
Tanggal 15
Desember 1955
Pemilu ini dilaksanakan untuk memilih para anggota dewan
konstituate yang ditetapkan sebanyak 520 orang dan dilantik pada tanggal 10
November 1956, terdiri atas :
a.
PNI
memperoleh 119 kursi
b.
Masyumi
memperoleh 112 kursi
c.
NU
memperoleh 91 kursi
d.
PKI
memperoleh 80 kursi
e.
Partai
lainnya memperebutkan 118 kursi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar